CiremaiNews.com – Leo Pictures kembali menggegerkan dunia perfilman dengan merilis film horor terbarunya yang berjudul “Kiblat”. Namun, langkah tersebut tidak terlepas dari kontroversi yang mendalam.
Poster promosi film ini memperlihatkan sosok yang mengenakan mukena seperti kesurupan saat rukuk, dengan wajah menengadah dan berteriak, sebuah gambaran yang dinilai menistakan agama Islam.
Teguran keras pun datang dari berbagai pihak, termasuk dari Pemuka Agama, Ustad Hilmi Firdausi, yang mengecam keras produksi film ini. Melalui akun Facebooknya, Ustad Hilmi menegaskan bahwa film semacam “Kiblat” tidak hanya tidak mendidik, tetapi juga bisa membuat sebagian orang menjadi takut untuk melaksanakan ibadah sholat.
“Film horor seperti ‘Kiblat’ tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga melanggar nilai-nilai keagamaan. Saya sudah menyampaikan teguran ini kepada para pelaku industri perfilman, agar lebih mempertimbangkan nilai-nilai agama dalam karya-karya mereka,” ungkap Ustad Hilmi.
Kritik juga datang dari Ketua Bidang Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis, yang menyerukan agar film ini tidak diputar di bioskop.
Meskipun belum mengetahui isi sebenarnya dari film tersebut, namun Cholil menilai bahwa poster promosinya saja sudah tidak pantas dengan judul yang digunakan.
“Seringkali para pebisnis perfilman menggunakan kontroversi untuk menarik penonton, namun jika menyinggung agama, hal tersebut tidak boleh dibiarkan,” jelas Cholil dalam unggahan reels Instagram pribadinya.
Selain itu, Lembaga Sensor Film (LSF) juga mengungkapkan bahwa “Kiblat” belum lulus sensor. Beberapa aspek dalam film ini dinilai masih perlu diperbaiki dan ditinjau ulang sebelum dapat diputarkan di bioskop.
Kontroversi ini menunjukkan pentingnya para pelaku industri perfilman untuk lebih memperhatikan sensitivitas nilai-nilai agama dalam setiap karya yang mereka hasilkan. Sebuah pembelajaran bagi seluruh insan perfilman untuk lebih bijak dalam menciptakan karya seni yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menghormati keberagaman dan nilai-nilai keagamaan masyarakat.***