
CiremaiNews.com, Kuningan – Udara dingin menusuk tulang, tapi semangat para pendaki tak pernah surut. Di Jalur Palutungan, langkah-langkah kaki berpadu dengan degup jantung yang seakan ikut menyuarakan kemerdekaan.
Bendera Merah Putih berkibar di pundak, seolah menjadi penanda bahwa mereka bukan sekadar menaklukkan gunung, melainkan merayakan HUT ke-80 Republik Indonesia dengan cara paling istimewa.
Camat Cigugur, Yono Rahmansah, menyebut momen ini sudah menjadi tradisi tahunan. “Kami melihat semangat nasionalisme yang sangat tinggi, di mana banyak pendaki berhasrat untuk mengibarkan bendera Merah Putih di puncak tertinggi Jawa Barat,” ujarnya dengan bangga.
Tradisi itu pun dikelola dengan serius oleh Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC). Melalui sistem SIMAKSI daring, pendaki diwajibkan membayar Rp120.000 per orang—biaya yang mencakup izin konservasi, cek kesehatan, hingga retribusi wisata.
Aturan lain juga mengikat, kelompok minimal empat orang, wajib naik sebelum pukul 11.00 WIB, dan membawa kembali sampah yang mereka hasilkan.
“Sejauh ini sudah ada 260 pendaki yang mendaftar, sekitar 200 di antaranya sudah berada di jalur Palutungan,” terang Lukman dari BTNGC.
Di posko Cadas Poleng, puluhan relawan mahasiswa pencinta alam siaga. Mereka ditempatkan mulai dari shelter hingga jalur krusial di atas Pos 6. “Sebagian bertugas menjaga di titik tertentu, sebagian lain berpatroli untuk memantau kondisi pendaki,” ujar Sandi Baron, petugas posko.
Tak hanya Palutungan, jalur pendakian Sadarehe dan Apuy di Majalengka juga padat. Sementara Linggasana dan Linggajati masih relatif tenang.
Bagi para pendaki, tidur di bawah langit bertabur bintang dan bangun dengan kibaran bendera di puncak setinggi 3.078 mdpl adalah hadiah tak ternilai. Sebuah cara merayakan kemerdekaan yang berbeda, sederhana, lelah, tapi sarat makna.