TIDAK IMPOR BERAS: KUNCINYA ADA DI PRODUKSI

Oleh : Entang Sastraatmadja

Tahun 2025 telah dicanangkan sebagai tahun tanpa impor beras. Pemerintah bertekad untuk menghentikan impor beras setelah pada tahun 2024 kita melakukan impor besar-besaran, yang bahkan mencapai angka sekitar 4 juta ton. Tahun ini, impor beras akan dihentikan. Namun, kita sama-sama tahu, mengapa bangsa yang pernah meraih predikat swasembada beras kini kembali harus mengimpor beras.

Salah satu alasannya adalah karena produksi beras nasional pada tahun 2023 mengalami penurunan signifikan. Pemerintah menuding serangan El Nino sebagai penyebab utamanya. Fenomena iklim ekstrem tampaknya belum memiliki solusi yang mujarab, sehingga pemerintah pun belum mampu mencarikan solusi yang efektif.

Penurunan produksi beras ini tentu menimbulkan berbagai persoalan. Salah satu yang paling terasa adalah kondisi “darurat beras,” di mana harga beras di pasaran melambung tinggi, menciptakan kesan kenaikan harga yang tidak terkendali. Banyak ibu rumah tangga di berbagai daerah memprotes dan meminta pemerintah segera mengendalikan harga beras ke tingkat yang wajar.

Dalam kondisi krisis ini, pemerintah terpaksa membuka lebar-lebar keran impor beras yang selama ini tertutup. Dalam jangka pendek, impor beras menjadi langkah terakhir yang harus diambil untuk memenuhi kebutuhan mendesak. Tanpa opsi impor, tidak ada cara cepat lainnya untuk mengatasi kekurangan pasokan.

Terlepas dari pro dan kontra terkait impor beras, langkah ini menjadi satu-satunya cara untuk menyelamatkan keadaan. Impor beras membantu memastikan sebagian besar masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan pangan pokok mereka. Tanpa impor, dipastikan banyak warga kesulitan mendapatkan beras.

Tragedi Perberasan Berlanjut

Setelah tahun 2023 mengalami penurunan produksi, ternyata pada tahun 2024 produksi beras nasional juga menurun. Menurut data Badan Pusat Statistik, produksi beras nasional tahun 2024 hanya mencapai 30,34 juta ton, lebih rendah dibanding tahun 2023 yang mencapai 31,10 juta ton.

Di tengah kekhawatiran terhadap kondisi produksi beras pada tahun 2025, Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan di akhir tahun 2024 menyampaikan bahwa pada tahun 2025, bangsa ini tidak akan lagi melakukan impor beras. Pemerintah optimistis bahwa produksi beras dalam negeri mampu meningkat secara signifikan.

Namun, agar tidak lagi mengimpor beras pada tahun 2025, kuncinya adalah peningkatan produksi. Pertanyaannya, apakah cukup masuk akal jika produksi beras mampu meningkat sementara tren sebelumnya justru menurun?

Sejak awal tahun 2024, pemerintah sebenarnya telah mengupayakan berbagai program peningkatan produksi. Ada dua program unggulan dari Kementerian Pertanian:

Penambahan luas tanam: Dilakukan melalui pemanfaatan lahan kosong seperti lahan rawa dan lahan tidak produktif lainnya.

Peningkatan intensitas tanam: Jika sebelumnya petani hanya mampu melakukan dua kali tanam per tahun (IP 200), diupayakan untuk meningkatkan menjadi tiga atau bahkan empat kali tanam per tahun (IP 300 atau IP 400).

Namun, fakta mencatat bahwa meskipun langkah tersebut diambil, produksi beras tahun 2024 masih lebih rendah dibandingkan tahun 2023. Ini memunculkan pertanyaan: jika dengan adanya program peningkatan produksi hasilnya tetap menurun, bagaimana jika program tersebut tidak ada?

Harapan Tahun 2025

Tahun 2025 menjadi ujian besar. Jika pemerintah bersikeras untuk tidak melakukan impor beras, maka produksi beras harus digenjot agar mampu memenuhi kebutuhan nasional, baik untuk konsumsi, cadangan, maupun program sosial seperti bantuan langsung beras.

Namun, meningkatkan produksi beras dalam kondisi iklim ekstrem tidaklah mudah. Selain sulit memprediksi kapan El Nino atau La Nina datang, solusi jangka panjang untuk menghadapi fenomena ini juga belum ditemukan.

Pemerintah telah mengumumkan tidak ada impor beras tahun 2025. Namun, jika produksi dalam negeri tidak meningkat sesuai harapan, mau tidak mau, opsi impor tetap harus dipertimbangkan. Jika impor dilarang, pertanyaannya adalah: apa alternatif lainnya?

Semoga pemerintah memiliki strategi terbaik untuk menjawab tantangan ini. Akan sangat mengecewakan jika solusi akhirnya kembali pada impor beras.

Penulis: Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat

Related Posts

Oknum ASN dan Tenaga Kebersihan Diduga Palak PKL Kuningan

Dugaan pungutan liar (pungli) terhadap pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Taman Kota Kuningan mencuat setelah sebuah video perdebatan antara pedagang dan seorang pria tak berseragam viral di media sosial. Video itu merekam seorang pedagang yang menolak memberikan uang karena tidak ada karcis resmi sebagai bukti retribusi.

HUT ke-61, Golkar Kuningan Manfaatkan Agenda Sosial untuk Konsolidasi Politik

Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-61 Partai Golkar di Kabupaten Kuningan tidak hanya menjadi momentum seremonial, tetapi juga dimanfaatkan sebagai ajang konsolidasi politik dan penguatan citra partai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Lainnya

Bupati Imron: Kabupaten Cirebon Siap Jadi Sentra Sorgum, Alternatif Pangan Masa Depan

Bupati Imron: Kabupaten Cirebon Siap Jadi Sentra Sorgum, Alternatif Pangan Masa Depan

Kepala SMAN 1 Luragung Minta Evaluasi Program MBG

  • By admin
  • Oktober 3, 2025
Kepala SMAN 1 Luragung Minta Evaluasi Program MBG

Diduga Keracunan MBG, 284 Siswa di Luragung Jalani Perawatan

  • By admin
  • Oktober 3, 2025
Diduga Keracunan MBG, 284 Siswa di Luragung Jalani Perawatan

Kejari Kuningan Geledah Rumah Tersangka Korupsi Dana Nasabah

  • By admin
  • Oktober 2, 2025
Kejari Kuningan Geledah Rumah Tersangka Korupsi Dana Nasabah

Gasak Rekening Bank dengan Modus Transaksi Fiktif, Negara Rugi Rp 24,6 Miliar

Gasak Rekening Bank dengan Modus Transaksi Fiktif, Negara Rugi Rp 24,6 Miliar

Oknum ASN dan Tenaga Kebersihan Diduga Palak PKL Kuningan

  • By admin
  • Oktober 1, 2025
Oknum ASN dan Tenaga Kebersihan Diduga Palak PKL Kuningan