Ranperda RTRW, Janji Jawab Atas Tanah yang Menangis

CiremaiNews – Di kaki Gunung Ciremai, Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan 2023–2043 telah didraft. Dokumen ini hadir dengan narasi yang idealis, mewujudkan pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian dan pariwisata yang berwawasan lingkungan.

Namun, narasi ini harus diuji oleh realitas getir yang saat ini menggerogoti Kuningan. Tanah ini bukan lagi menunggu bencana, tanah ini sudah berada dalam krisis. Kita menyaksikan longsor hebat di Lembah Cilengkrang, lenyapnya beberapa sumber mata air di Kalimanggis, dan krisis air di Subang wilayah yang secara historis seharusnya berlimpah air.

Bahkan, konflik dengan satwa liar, seperti Macan Jawa yang terdesak hingga mengganggu ternak, menjadi indikasi paling jujur bahwa tata ruang kita selama ini telah gagal memberikan batas yang jelas antara pembangunan dan konservasi.
Oleh karena itu, Ranperda ini tidak boleh sekadar menjadi revisi administrasi.

Ia harus menjadi instrumen reparasi ekologis yang mengikat, atau ia akan menjadi catatan sejarah tentang kegagalan daerah ini dalam menyelamatkan dirinya sendiri.

Ketika Hutan Tutupan 250 Hektar Berganti Kopi

Titik konflik paling tajam terletak pada alih fungsi lahan tutupan. Fakta bahwa sekitar 250 hektar hutan tutupan dikonversi menjadi kebun kopi di kawasan vital adalah pengkhianatan terhadap fungsi konservasi. Hutan tutupan bukan hanya pepohonan; ia adalah ‘spounge’ (spons) raksasa yang menahan air di musim hujan dan mengeluarkannya perlahan di musim kemarau. Ketika spounge itu hilang, konsekuensinya langsung terasa: sumber air di Kalimanggis mengering dan warga di Subang kesulitan air.

Ranperda RTRW harus secara tegas mengeliminasi potensi legalisasi konversi lahan kritis seperti ini. Komitmen RTH 30% yang dijanjikan dalam Ranperda harus menjadi zona merah yang tidak boleh diganggu gugat. Ini adalah batas pertahanan terakhir Kuningan terhadap kekeringan dan bencana hidrometeorologi. Kegagalan mempertahankan RTH 30% akan berarti keruntuhan fondasi ekologi daerah ini. Keberhasilan Ranperda diukur dari perlindungannya terhadap aset-aset vital Kuningan.

Pertama, penetapan Kawasan Kebun Raya Kuningan sebagai Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) untuk konservasi air adalah langkah tepat. KSK ini harus diperlakukan sebagai zona steril dari investasi yang merusak.

Kedua, Waduk Darma. Waduk ini adalah showcase pariwisata Kuningan, namun aktivitas di daerah tangkapan airnya rentan menyebabkan sedimentasi dan polusi. Ranperda harus menjamin bahwa pariwisata di Waduk Darma tunduk pada prinsip konservasi. Jika pariwisata justru mengotori sumber air, maka ia harus dihentikan.

Ketiga, soal habitat. Konflik Macan Jawa dan ternak adalah hasil dari zona penyangga yang tergerus. Ranperda harus menyediakan koridor konservasi satwa yang jelas dan tak terinterupsi. Melindungi habitat berarti melindungi ekosistem hulu secara keseluruhan.

Ujian Integritas, Disiplin Melawan Tekanan
Ranperda ini memang telah memasukkan etika pembangunan yang penting, seperti larangan hunian di sempadan sungai dan kewajiban sumur resapan di kawasan resapan air. Ini adalah prinsip-prinsip yang benar. Namun, prinsip-prinsip ini harus diiringi dengan disiplin penegakan hukum yang militan.

Selama 20 tahun, Ranperda ini akan menghadapi godaan dan tekanan dari pemodal besar yang menginginkan revisi, pelonggaran zonasi, atau izin khusus. Keputusan politik untuk melawan tekanan ini adalah ujian integritas yang sesungguhnya.

Pemerintah Kabupaten Kuningan, bersama DPRD, kini memegang palu penentu nasib ekologis daerah ini. Jika Ranperda ini hanya menjadi pajangan retorika, maka longsor di Lembah Cilengkrang dan mata air yang hilang di Kalimanggis akan menjadi bencana yang terencana, dan kita semua—masyarakat, media, dan pemerintah telah gagal dalam menjaga warisan leluhur.

Krisis paling fundamental Kuningan terletak pada pemusnahan fungsi konservasi. Fakta bahwa 250 hektar hutan tutupan di kawasan hulu telah beralih fungsi seringkali dilegalkan menjadi kebun komoditas seperti kopi adalah pengkhianatan ekologis yang berimplikasi langsung pada air.

​Hutan tutupan adalah ‘jantung’ yang memompa air ke seluruh daerah. Ketika jantung itu diamputasi, dampaknya brutal: debit air tanah anjlok, sumur-sumur kering, dan warga di Subang terpaksa berebut air. Longsor di Cilengkrang bukan lagi takdir alam, melainkan konsekuensi logis dari ketiadaan akar penahan.

​Ranperda harus secara tegas mengembalikan dan merehabilitasi lahan-lahan tutupan kritis ini. Komitmen RTH 30% yang dijanjikan dalam dokumen harus menjadi garis pertahanan yang mutlak dan kebal terhadap revisi atau lobi-lobi pemodal. Setiap inci RTH yang hilang harus dianggap sebagai kejahatan tata ruang.

​Macan Jawa dan Waduk Bau Menjadi Indikator Kegagalan

​Gejala kerusakan tidak berhenti di tanah dan air, tetapi merambat ke satwa liar. Kasus Macan Jawa yang terdesak hingga mengganggu ternak warga adalah sinyal paling jelas bahwa kita telah melanggar batas wilayah mereka. Macan itu adalah indikator ekologis yang jujur, ia menunjukkan bahwa koridor konservasi dan zona penyangga hutan telah diokupasi manusia.

​Di sisi lain, isu bau polusi yang mengganggu di Waduk Kuningan menandai kerentanan infrastruktur air kita. Pencemaran di waduk adalah cerminan dari kegagalan pengendalian limbah dan aktivitas di daerah tangkapan air. Jika Waduk Kuningan, yang merupakan aset besar, terancam polusi bau, bagaimana nasib sumber air yang lebih kecil?

​Ranperda harus secara tegas menetapkan
​Koridor Konservasi Satwa yang Jelas, bebas dari pembangunan permanen, untuk mengakhiri konflik Macan Jawa.

​Zona Penyangga Waduk Kuningan dengan peraturan yang jauh lebih ketat, bahkan lebih keras dari Perda, untuk mengatasi masalah polusi dan bau.

​Ranperda, Bukan Peta, Tapi Perisai Hukum
​Ranperda RTRW ini telah menyediakan kerangka kerja yang baik—mulai dari penetapan Kebun Raya Kuningan sebagai KSK Konservasi Air hingga kewajiban sumur resapan. Namun, keunggulan sebuah tata ruang terletak pada kekuatan penegakannya.

​Selama dua puluh tahun ke depan, setiap pejabat, setiap politisi, dan setiap pengambil keputusan perizinan akan diuji: apakah mereka akan berdiri tegak melindungi sisa hutan 250 hektar yang tersisa, ataukah mereka akan membiarkan kepentingan jangka pendek mengorbankan air bagi generasi Kuningan mendatang?
​Redaksi CiremaiNews berpandangan, Ranperda ini adalah kesempatan emas terakhir Kuningan. Jika tidak ditegakkan secara militan, maka narasi “berwawasan lingkungan” hanyalah ejekan pedih di tengah penderitaan warga yang kehausan dan tanah yang tak henti meluncur.

Wawasan lingkungan harus menjadi hukum tertinggi, bukan sekadar opsi yang bisa dinegosiasikan.

(Redaksi CiremaiNews)

Related Posts

Kabupaten Cirebon Resmi Sebagai Kota Wakaf, bupati Cirebon Dorong Kemandirian Ekonomi Umat

CiremaiNews.com, Cirebon,- Kabupaten Cirebon resmi ditetapkan sebagai Kota Wakaf. Penetapan ini menjadi tonggak baru dalam upaya membangun kemandirian ekonomi umat melalui semangat kolaborasi antara pemerintah, lembaga keagamaan, dan masyarakat.

PBG Gantikan IMB, Legislator Demokrat Minta Pelayanan Tak Berbelit

Anggota Komisi 1 DPRD Kabupaten Kuningan dari Fraksi PPP–Demokrat, Hj. Ikah Nurbarkah, menilai bahwa perubahan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sejatinya merupakan penyempurnaan sistem, bukan sekadar pergantian istilah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Lainnya

Kabupaten Cirebon Resmi Sebagai Kota Wakaf, bupati Cirebon Dorong Kemandirian Ekonomi Umat

Kabupaten Cirebon Resmi Sebagai Kota Wakaf, bupati Cirebon Dorong Kemandirian Ekonomi Umat

PBG Gantikan IMB, Legislator Demokrat Minta Pelayanan Tak Berbelit

  • By admin
  • November 6, 2025
PBG Gantikan IMB, Legislator Demokrat Minta Pelayanan Tak Berbelit

Sekda Kuningan U Kusmana Ungkap Perjalanan Karier Inspiratifnya

  • By admin
  • November 6, 2025
Sekda Kuningan U Kusmana Ungkap Perjalanan Karier Inspiratifnya

Disdik Kabupaten Cirebon Bantah Isu Pungli Dana BOS

Disdik Kabupaten Cirebon Bantah Isu Pungli Dana BOS

Legislator PKS: Pertumbuhan Ekonomi Kuningan, Tak Cerminkan Kesejahteraan Rakyat

  • By admin
  • November 5, 2025
Legislator PKS: Pertumbuhan Ekonomi Kuningan, Tak Cerminkan Kesejahteraan Rakyat

Wabup Cirebon Tanam Pohon Cegah Banjir dan Bangunan Liar‎

Wabup Cirebon Tanam Pohon Cegah Banjir dan Bangunan Liar‎