CiremaiNews.com, Cirebon,- Kabupaten Cirebon mencetak sejarah baru dengan meraih sertifikat Indikasi Geografis (IG) untuk teknik membatik khas, yakni merawit. Penjabat (Pj) Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya, mengungkapkan kebanggaannya atas pengakuan ini, yang telah resmi ditetapkan dan merupakan IG pertama untuk Kabupaten Cirebon.
“Alhamdulillah, kita bisa mendapatkan sertifikat ini. Selanjutnya, kami akan terus mengembangkan dan memanfaatkan pengakuan ini demi kemajuan budaya serta perekonomian masyarakat,” ujar Wahyu kepada wartawan, Senin (25/11/2024).
Teknik merawit, menurut Komarudin Kudiya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha dan Perajin Batik Indonesia, merupakan keunikan batik Cirebon dengan goresan tipis menyerupai ranting kecil, yang hanya bisa dilakukan oleh masyarakat kabupaten Cirebon. Teknik ini menghasilkan batik dengan detail halus dan keindahan khas.
Komarudin menjelaskan bahwa kata wit dalam bahasa Cirebon berarti ranting, yang merujuk pada garis tipis, bahkan sebesar sehelai rambut, yang digoreskan dengan berbagai lengkungan dan garis lurus. Teknik ini menghasilkan goresan tipis yang diwarnai dengan kontras, menciptakan keindahan visual yang sangat khas.
“Merawit adalah membuat goresan yang secara visual goresan itu tipis, ada yang lengkung ada yang lurus kemudian di kanan kirinya itu dengan warna yang lebih terang ya lebih terang dibandingkan dengan garis yang dibuat,” terangnya.
Saat ini, terdapat sekitar 3.500 pembatik di Kabupaten Cirebon, dengan sekitar 1.000 di antaranya menguasai teknik merawit. Mereka berasal dari delapan desa di Kabupaten Cirebon, yakni Ciwaringin, Trusmi Kulon, Trusmi Wetan, Kadilangu, Wotgali, Panembahan, dan Kalitengah.
Pihaknya pun akan mengembangkan teknik merawit bekerjasama dengan KMBIP pasalnya untuk mencari regenerasi batik ini sangat susah dan itu di seluruh Indonesia. Oleh karenanya pihaknya berencana akan memberikan insentif bagi pembatik merawit agar mereka lebih semangat. Sehingga bisa memiliki nilai jual serta mengatur manajemen dengan memberikan barcode
Dikesempatan itu Ia menyebut, untuk melestarikan dan mengembangkan teknik ini, APPBI bekerja sama dengan Komunitas Batik dan Industri Perajin (KMBIP) untuk mencari generasi penerus. Menurut Komarudin, regenerasi pembatik merawit sangat sulit ditemukan, baik di Cirebon maupun di seluruh Indonesia. “Oleh karena itu, kami berencana memberikan insentif kepada pembatik merawit, serta memperkenalkan sistem manajemen dan nilai jual dengan menggunakan barcode.
Dengan capaian ini, Kabupaten Cirebon menjadi wilayah keenam di Indonesia yang mendapatkan sertifikat IG di bidang batik, sekaligus memperkokoh posisi batik merawit sebagai warisan budaya yang bernilai tinggi.