CiremaiNews.com, Cirebon,- Bupati Cirebon, H. Imron meminta para pejabat di daerahnya, untuk menjalin komunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Polresta Cirebon dalam menjalankan program mereka. Hal itu agar dalam melangkah, tidak ada keraguan dan bisa sesuai aturan.
Demikian disampaikan Bupati Imron saat membuka kegiatan “Gelar Pengawasan Daerah dan Roadmap Pembangunan Zona Integritas Instansi Pelayanan Publik di Kabupaten Cirebon”, di Hotel Patra, Kamis (28/12/2023)
Bupati Imron menjelaskan, wilayah Kabupaten Cirebon sangat luas. Terdiri dari ada 40 kecamatan, 412 desa dan 12 kelurahan.
“Kami harap para pejabat ini harus sering bisa berkomunikasi dengan KPK atau Kejari agar kita bisa melaksanakan program yang kita jalani dengan baik,” kata Imron.
Menurutnya, di era sekarang di pemerintahan khususnya dalam menjalankan kegiatan-kegiatan semuanya harus bisa dipertanggungjawabkan secara administrasi. Tapi, manusia tetap saja ada kelalaian dan kekhilafan, serta ada keragu-raguan dalam menjalankan tugas dan fungsi mereka sebagai pejabat yang melayani publik.
“Maka para pejabat di Kabupaten cirebon harus selalu berkomunikasi dalam melangkah, baik itu dengan KPK, Kejari, Polres agar kita bisa melaksanakan program dengan baik dan target yang kita inginkan bisa tercapai tanpa ekses,” ungkapnya.
Tak hanya itu, dalam kesempatan tersebut, Bupati Imron juga minta bimbingan dari KPK, Kejari Kabupaten Cirebon, Polresta Cirebon agar para pejabat di daerahnya bisa menjalankan program dengan baik.
Sementara itu, Kasatgas II Penuntutan KPK, Budhi Sarumpaet yang mengisi dan memberikan arahan kepada para pejabat Pemkab Cirebon yang hadir menjelaskan, mengapa kegiatan pencegahan yang sudah dilakukan oleh semua lembaga, baik di kabupaten, provinsi, KPK dan kementerian ternyata tidak terlalu memberikan efek maksimal?
Karena ternyata, kata dia, meski sudah dilakukan pencegahan, praktek korupsi itu masih tetap terjadi. Berdasarkan pengalaman dia di lapangan pada saat proses persidangan, Budhi menemukan sebuah dinamika yang seharusnya tidak perlu terjadi.
“Jadi saksi-saksi yang saya periksa yakni para kepala dinas, ternyata menyampaikan di persidangan, mereka gamang, mereka takut dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Misalnya selaku PH, PPK atau panitia lelang,” kata Budhi
Ia pun mempertanyakan mengapa ketakutan itu bisa terjadi, padahal hal demikian adalah sudah menjadi tupoksinya mereka? “Nah ternyata setelah beberapa perkara yang saya tangani, masalahnya hanya ada di 3K saja. Yakni kurang komunikasi, koordinasi dan kolaborasi sesama instansi yang ada di daerah,” ujarnya.
Jadi, aku dia, dalam kasus itu, bupatinya jalan sendiri, Kapolres dan Kajarinya jalan sendiri dengan kewenangan yang dimiliki mereka. Jadi menurutnya, ketika di suatu daerah situasinya terjadi seperti itu, maka yang akan menjadi korbannya adalah para pejabat yang ada di daerah itu sendiri.
“Kalau komunikasi, koordinasi dan kolaborasi antara Forkompinda berjalan dengan baik, maka akan terjalin sinergi yang baik antar instansi. Bupati selaku kepala daerah, Kajari dan juga kapolres,” ungkapnya. (effendi)