Oleh: Yuli Elita, Penggiat Komunitas Lintas Iman
Kabupaten Kuningan dikenal sebagai wilayah dengan keberagaman budaya, ras, dan agama yang kaya, menjadikannya miniatur Indonesia. Walaupun bahasa Sunda dominan, Kuningan adalah rumah bagi berbagai komunitas adat dan agama yang telah hidup berdampingan selama bertahun-tahun. Dengan keragaman yang begitu kuat, Kuningan sebenarnya bisa menjadi laboratorium sosial yang berharga untuk mengkaji bagaimana harmoni antaragama dan suku bisa terjalin.
Sebagai contoh, Paseban Tri Panca Tunggal yang berfungsi sebagai simbol perdamaian antar umat beragama, serta komunitas Ahmadiyah yang hidup harmonis dengan masyarakat umum. Pariwisata religi juga tumbuh pesat dengan hadirnya Gua Maria Fatima, yang menarik penganut agama Katolik dari berbagai wilayah untuk melakukan ziarah.
Namun, dalam suasana Pilkada 2024 ini, saya merasa bahwa tema keberagaman dan toleransi belum cukup diangkat oleh para calon. Saat ini, kita melihat para kandidat hanya memanfaatkan kelompok-kelompok agama dan organisasi masyarakat untuk kepentingan kampanye. Isu tentang keberagaman, yang seharusnya menjadi kekuatan Kuningan, justru diabaikan.
Sebagai penggiat komunitas lintas iman, saya ragu apakah para kandidat ini memiliki visi yang jelas untuk menjadikan keberagaman sebagai pilar kekuatan Kabupaten Kuningan. Saya berharap mereka tidak hanya memandang keberagaman sebagai alat politik, tetapi sebagai anugerah Tuhan yang harus dijaga.
Keberagaman adalah kekuatan Kuningan. Kita menunggu, apakah para calon pemimpin mampu membawa visi yang benar-benar memperkuat nilai toleransi dan kebersamaan di tengah masyarakat yang plural ini.