CiremaiNews, Kuningan – Anggota DPRD Kabupaten Kuningan yang juga Ketua Paguyuban Pasundan Kuningan, Rana Suparman, menyoroti arah pembangunan di Kuningan yang dinilai belum terencana secara menyeluruh dan kurang memperhatikan daya dukung lingkungan hidup.
Menurut Rana, hingga kini pemerintah daerah baru memiliki Detail Engineering Design (DED) di tingkat sub-koordinator. Padahal, seharusnya sudah disusun DED makro di 32 kecamatan agar arah pembangunan jelas dan sesuai karakter wilayah.
“Yang ada baru DED di tingkat sub-koordinator. Seharusnya kita punya DED makro di 32 kecamatan, supaya arah pembangunan jelas dan sesuai karakter tiap wilayah,” ujar Rana Suparman di Gedung DPRD Kuningan, Senin (3/11/2025).
Ia menjelaskan, setiap kecamatan memiliki tantangan dan potensi berbeda. Karena itu, strategi pembangunan di sub-DAS Cisanggarung tentu berbeda dengan kawasan Gunung Ciremai yang sangat sensitif secara ekologis.
“Bagaimana menghadapi sub Cisanggarung, bagaimana mengelola kawasan Gunung Ciremai , itu semua butuh arah kebijakan makro yang matang,” tegasnya.
Rana juga memperingatkan, jika kawasan hulu dijadikan kawasan industri, maka Kuningan akan kehilangan keseimbangan ekologis yang menjadi sumber oksigen alami.
“Kalau hulu dibuat industri, kebutuhan oksigen akan hancur. Bukit-bukit yang jadi paru-paru daerah bisa hilang, dan dampaknya akan kita rasakan bersama,” ujarnya dengan nada prihatin.
Sebagai Ketua Paguyuban Pasundan, Rana turut menyoroti rencana pembangunan hotel bintang lima di kawasan depan Masjid Syiarul Islam yang kini ramai diperbincangkan publik. Ia menilai, pembangunan gedung tinggi di pusat kota — apalagi di kawasan religi — harus dikaji ulang dari aspek tata ruang, sosial, dan kultural.
“Kalau mau bangun hotel besar, mestinya diarahkan ke kawasan industri seperti Cibingbin atau Ciawigebang. Jangan di jantung kota yang punya nilai sejarah dan fungsi sosial keagamaan,” katanya.
Menurutnya, pembangunan di sekitar Masjid Syiarul Islam seharusnya memperkuat citra kota religius dan keseimbangan ruang publik, bukan diarahkan pada proyek komersial berskala besar.
“Kita ini punya identitas sebagai kota religi dan konservasi. Jangan sampai ruang spiritual berubah jadi ruang kapital,” tegas Rana.
Rana berharap pemerintah daerah segera menyusun DED makro berbasis potensi wilayah dan kelestarian lingkungan, agar arah pembangunan di Kuningan tidak hanya berorientasi pada investasi, tetapi juga keberlanjutan ekologi dan budaya lokal.
“Kalau perencanaannya matang, pembangunan akan menyejahterakan rakyat tanpa merusak alam dan nilai-nilai sosial kita,” pungkasnya.







https://shorturl.fm/G1wwj