CiremaiNews.com, Kuningan – Dugaan adanya intimidasi terhadap pegawai honorer di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk memilih salah satu pasangan calon (paslon) dalam Pilkada Kuningan menjadi sorotan. Bawaslu Kuningan sebelumnya mengungkapkan temuan dugaan tekanan tersebut, yang dinilai mencederai prinsip demokrasi.
Advokat Erpan, S.H., pakar hukum muda yang juga Sekretaris Jenderal organisasi advokat di Kabupaten Kuningan, menanggapi hal ini dengan tegas. “Tindakan intimidasi kepada pegawai honorer adalah pelanggaran hukum yang serius. Ini tidak hanya mencederai kebebasan hak politik, tetapi juga bertentangan dengan prinsip netralitas ASN dan demokrasi yang adil,” ujarnya.
Menurut Erpan, jika dugaan ini benar, tidak menutup kemungkinan terdapat keterlibatan oknum ASN yang menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan politik. Ia menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 188 telah mengatur sanksi bagi ASN yang terlibat, dengan ancaman pidana penjara antara 1 hingga 6 bulan. Selain itu, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 494 juga mengatur sanksi pidana hingga 1 tahun bagi pihak yang melibatkan ASN sebagai tim pemenangan atau pendukung paslon.
“Tindakan menyalahgunakan jabatan untuk memengaruhi proses demokrasi bisa dikenai pidana, termasuk melalui KUHP Pasal 421 yang mengancam pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya dengan hukuman penjara hingga 2 tahun 8 bulan,” jelasnya.
Erpan menekankan bahwa pegawai honorer yang merasa terintimidasi tidak perlu takut untuk melaporkan kasus ini. “Bawaslu memiliki mekanisme perlindungan bagi pelapor dan saksi. Identitas mereka bisa dijaga kerahasiaannya, dan mereka berhak mendapatkan pengamanan dari pihak terkait. Ini diatur dalam Pasal 442 UU Pemilu,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa intimidasi dalam konteks pilkada merupakan delik umum, yang berarti kasus tersebut dapat diproses tanpa harus menunggu laporan dari korban. “Bawaslu memiliki kewenangan untuk memproses dugaan pelanggaran ini berdasarkan bukti atau temuan mereka, tanpa perlu aduan resmi. Hal ini sangat penting untuk melindungi sistem demokrasi kita dari ancaman yang dapat merusaknya,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret, Erpan mendesak BAWASLU dan GAKUMDU segera melakukan penyelidikan terkait dugaan intimidasi tersebut. “Isu ini harus segera ditangani agar tidak menjadi bola liar. Jika benar ada intimidasi, pelaku harus diberi sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku,” kata Erpan menutup keterangannya.
Bawaslu Kuningan menyatakan akan menindaklanjuti temuan ini sesuai dengan prosedur yang ada. “Kami berkomitmen menjaga integritas pemilu dan melindungi hak-hak warga negara, termasuk pegawai honorer, dari segala bentuk intimidasi atau tekanan politik,” ujar salah satu anggota Bawaslu dalam pernyataan resmi.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya netralitas ASN dan kebebasan politik dalam menjaga demokrasi yang sehat dan adil. Publik kini menanti langkah tegas aparat terkait untuk mengusut dugaan pelanggaran ini.